TAKIRAN
Sedekah
bumi, adalah tradisi masyarakat jawa yang biasa di laksanakan pada bulan syura.
Orang biasanya menyebut juga dengan istilah suran. Kegiatan ini biasanya di isi
dengan menyembelih hewan berupa kerbau, sapi, atau kambing. Kemudian kepala dar
hewan tersebut di kubur di tempat yang di anggap keramat, sedangkan dagingnya
di masak dan di makan bersama seluruh warga.
Hmmmm... beda daerah, beda pula adat istiadatnya. Begitu pula di Negeri Astina Islamic Country Ngasinan. Pada bulan Syura tidak mengenal istilah sedekah bumi, tetapi tetap mengadakan tradisi rutin setiap bulan syura.
Ngasinan yanmg begitu kental keislamanya, khawatir adanya kesyirikan yang di timbulkan dari adat istiadat yang dilakukan menyambut bulan syura. Maka dari itu sesepuh dahulu merubah kegiatan suran dengan selamatan pada tanggal 10 Muharram yang mana hari tersebut adalah hari asyura yang kita ketahuii ada puasa sunnah yang sangat di anjurkan. Kegiatan selamatn pun akhirnya di ganti dengan istilah “ Buka Bersama Puasa Hari Asyura”. Cuma makananya di buat mirip dengan tradisi sedekah bumi yang di sebut “takir”.
Hmmmm... beda daerah, beda pula adat istiadatnya. Begitu pula di Negeri Astina Islamic Country Ngasinan. Pada bulan Syura tidak mengenal istilah sedekah bumi, tetapi tetap mengadakan tradisi rutin setiap bulan syura.
Ngasinan yanmg begitu kental keislamanya, khawatir adanya kesyirikan yang di timbulkan dari adat istiadat yang dilakukan menyambut bulan syura. Maka dari itu sesepuh dahulu merubah kegiatan suran dengan selamatan pada tanggal 10 Muharram yang mana hari tersebut adalah hari asyura yang kita ketahuii ada puasa sunnah yang sangat di anjurkan. Kegiatan selamatn pun akhirnya di ganti dengan istilah “ Buka Bersama Puasa Hari Asyura”. Cuma makananya di buat mirip dengan tradisi sedekah bumi yang di sebut “takir”.
Inilah “TAKIR” berisi nasi dan lauk pauknya
Takir merupakan sebuah wadah /
tempat makan yang di buat dari daun bisa yang di buat seperti peti. Takir
sangat identik dengan suran, dan jaran di gunakan oleh orang jawa di kegiatan
lain.
Prosesi pelaksanaan takiran di ngasinan,
sederhana sekali. Seluruh warga masyarakat ngasinan dari Ngasinan datang
berbondong bondong ke masjid Baiturrtahman pada sore hari pukul 17.00 WIB. Yang
datang tak Cuma orang tua, dari anak kecil, sampai yang sepuh semua hadir
(pokoke asal wis dongan mangan sega ya mangkat lah. Haha) yang unik, setiap
kepala keluarga akan mebawa nampan baik berupa tampah atau baki yang berisi
takir yang sudah siap santap. waooowww
Setiap nampan berisi 8 – 10 buah takir,
dengan lauk yang wuenak wuenak. Nasi, sayur, ayam, telor, krupuk dan lalapan
baik jengkol atau pete. Nampan tersebut di serahkan kepada panitia
Panitia menerima takir yang di bawa warga
Setelah seluruh warga berkumpul, mereka
segera masuk serambi masjid. Bpk Kyai Ngabdussalam mulai membuka acara dengan
sedikit mauidzoh Hasanah tentang pahala puasa hari Arafah, dan pahala shodaqoh.
Dengan begitu makin mantaplah warga untuk berpuasa di tahun mendatang. Setelah
pembukaan di lanjutkan pembacaan tahlil yang di ikuti oleh seluruh warga yang
hadir, tahlil akan selesai saat waktu magrib datang. Dan di tutup dengan bacaan
doa yang di pimpin pak kyai Ngabdussalam.
Saat pembacaan tahlil itulah takir akan di
bagikan secara acak kepada warga, tanpa melihat takir itu milik siapa. Setiap
orang akan mendapatkan sekitar 2 sampai 3 buah takir (tentunya dengan menu yang
berbeda beda) hmm.. kadang kadang mengurangi kekhusyu;an tahlil juga, kalau pas
menu kurang memuaskan ada saja yang bergumam ”walah jaaan,, ding aku nampa sing
jangan welok ya... krupuke ames mbarang”. Tapiii itu pikiranya anak anak lhoo..
Pembacaan tahlil ( takir sudah dii bagikan
dan siap di santap)
Selesai tahlil dan di kumandangkan adzan
maghrib, saatnya buka bersama menikmati takir yang nikmaat. Semoga trdisi ini
tetap lestari. Salam AIC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar